Kamis, 31 Maret 2011

KESESAKAN

menurut altman(dalam hendro prabowo,1998), keasesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interakksi manusia dengna lainnya dalam suatu pasangan atau sekelompok kecil.
kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spasial, sosial dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESESAKAN :
1. Personal :
a. Kontrol pribadi dan locus of control, seligman dan kawan-kawan mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai kontrol lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainka peran kontrol pribadi di dalamnya. individu yang mempunyai locus of control, yaitu kecendrungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwwa keadaa yang ada di dalam dirinyalah yan berpengaruh terhadap keidupannya.
b. Budaya,pengalaman dan proses adaptasi,
c. jenis kelamin dan usia

2. Faktor sosial
a. Kehadiran dan prilaku orang lain, individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain.
b. Formasi koalisi, meningkatnya kepadatan sosial akan dapat meningkatan kesesakan.
c. Kualitas hubunganindividu mempercayai bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kuran mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d. Informasi yang tersedia, individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya mempunyai informasi tentang kesesakan.

3. Faktor fisik
Altman, Bell dkk, Gove & Hughes (dalam hendro prabowo,1998)mengatakan bahwa adanya faktor situsional sekitar rumah sebagai faktor yang mempengaruhi kesesakan, faktor tersebut antara lain:
a. Besarnya skala lingkungan
b. variasi arsitektual

Pengaruh kesesakn terhadap prilaku
bila suatu lingkungan berubah menjadi sesak, sumber-sumber yang ada di dalamnya pun bisa berkurang, aktivitas seseorang akan terganggu oleh aktivitas orang lain, interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya, gangguan trhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan.

sumber :
Prabowo, hendro. 1998. Arsitektur, psikologi dan masyarakat. jsksrta: gunadarma.

Selasa, 01 Maret 2011

KEPADATAN

A. Definisi Kepadatan
Kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah, misalnya: buah/m2.
Berikut definisi kepadatan menurut beberapa ahli :
• Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
• Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
• Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
B. Kategori Kepadatan
Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :
• Kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap
• Kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
• Kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah dan kamar.
• Kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
• Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. sehingga suatu ewilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi dan kepadatan rendah.
C. Akibat Kepadatan Tinggi
Taylor (dalam Guilfford,1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.
Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).
Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.
Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk. (dalam Sears dkk., 1994) mecoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya stress dan kekecewaan, yang secara nyata lebih besar daripada mahasiswa yang tinggal berdua. selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya.
Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.
Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan menurut Stokols (dalam Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat.
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).
Akibat psikis lain antara lain:
• Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).
• Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
• Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 1984).
• Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
• Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).
Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal di kawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.
D. Kepadatan dan Perbedaan Budaya
Menurut Koerte (dalam Budihardjo, 1991) faktor-faktor seperti ras, kebiasaan, adat-istiadat, pengalaman masa silam, struktur sosial, dan lain-lain, akan menentukan apakah kepadatan tertentu dapat menimbulkan perasaan sesak atau tidak.
Setiadi (1991) bahwa bangsa Amerika sudah dapat merasakan dampak negatif yang luar biasa pada kepadatan sekitar 1500 orang/Ha, dengan terjadinya banyak penyimpangan perilaku sosial, pembunuhan, perkosaan, dan tindak kriminal lainnya. sementara itu, di jepang dan Hongkong dengan kepadatn 5000 orang/Ha pada bagian kota-kota tertentu, tenyata angka kejahatan/kriminal di sana masih lebih rendah.


sumber :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepadatan

AMBIENT CONDITION DAN ARCHITECTURAL FEATURES

1. AMBIENT CONDITION
Kebisingan
Menurut Ancok (1989)keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi. Emosi yang tidak terkontrol akan mempengaruhi hubungan sosial didalam maupun diluar rumah.
Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga akan berakibat menurunnya kemampuan mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
Sarwono (1992) menyebutkan tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising yaitu: Volume, Perkiraan, Pengendalian
Menurut Holahan (1982) kebisingan dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematis yang secara khusus diasosiasikan dengan stress. Sementara menuruk Crook dan Langdon mengatakan terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek-aspek fisik, dan kesehatan mental.
Suhu dan Polusi Udara
Tingginya suhu udara dan polusi udara akan menimbulkan efek penyakit dan efek perilaku sosial seperti meningkatnya mortalitas, menguransi konsentrasi, perhatian serta timbulnya penyakit-penyakit pernafasan .
Rahardjani (1987) melihat bahwa suhu dan kelembaban rumah sangat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: warna dinding, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni.
Pencahayaan dan Warna
Menurut Fisher dkk. (1984) terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Pada dasarnya, cahaya mempengaruhi kinerja kita dalam bekerja dan dapat mempengaruhi suasana hati dan perilaku sosial kita.
Warna
Menurut Heimstra dan MC Farling, warna memiliki tiga dimensi yaitu: kecerahan, corak warna, dan kejenuhan. Sedangkan menurt Holahan (1982) dan Mehrabian &Russel warna juga mempunyai efek independen terhadap suasana hati, tingkat pembangkitan, dan sikap; dimana ketiganya mempengaruhi kinerja.
2 ARCHITECTURAL FEATURES
Estetika
Spranger membagi orientasi hidup menjadi 6 kategori, dimana nilai estetis merupakan salah satu siantaranya selain nilai ekonomi, nilai kekuasaan, nilai sosial, nilai religious, dan nilai intelektual. Sedangkan menurut Fisherdkk (1984) salah atu tujuan daridesain adalah memunculkan respon tertentu terhadap seting yang telah disediakan.
Penelitian telah menunjukkan pula bahwa kualitas estetis suatu ruangan dalam konteks keceriaan dan daya tarik dapat mempengaruhi jenis evaluasi yang kita bua ketika berada dalam seting tersebut.
Perabot
Perabot dan pengaturannya dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang merupakan salah satu penentu perilaku yang penting karena dapat mempengaruhi cara orang dalam mempersepsikan ruang tersebut.

sumber
indryawati.staff.gunadarma.ac.id/.../AMBIENT+CONDITION+DAN+ ARCHITECTURAL+FEATURES.doc

Selasa, 22 Februari 2011

Pendekatan Teori & Metode Penelitian Psikologi Lingkungan

Pendekatan Teori Psikologi Lingkungan
Beberapa pendekatan psikologi lingkungan :
1. Geografi.
Menurut Toynbee(dalam Veitch & Arkkeli, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan ( atau secara lebih spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersedian air dan sebagainya) adalah tantangan bagi penduduk yang tingga; di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan merusak peradaban, Sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi kebudayaan.

2. BIologi ekologi
Perhatian teradap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan manusia dengan lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan.

3. Behaviourisme
Kalangan behaviourisme muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia.

4. Psikologi gestalt
Lebih menekankan perhatian pada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak(overt behavior). Prinsip-prinsip kerjanya adalah :
a. Objek-objek
b. Orang-orang sebagai suatu keseluruhan
c. Seting-seting


BEBERAPA TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
1. Teori Arousal
Arousal (pembangkit). Ketika kita emosional kita merasa bergairah. Emosi itu dimana manusia atau binatang itu dihasut. Contohnya, tingkat keterbangkitan tinggi adalah marah, sedangkan tingkat keterbangkitan rendah adalah ketakutan. Arousal dipengaruhi oleh tingkat umum dari rangsangan yang mengelilingi kita.

2. Teori stimulus berlebihan
Titik sentralnya adalah adanya suatu perkiraan bahwa manusia memiliki kapasitas yang terbatas dalam memproses informasi. Ketika input melebihi kapasitas, maka orang cenderung untuk mengabaikan beberapa maukan dan mencurahkan perhatian lebih banyak kepada hal yang lain (cohen dalam Veitch & Arkkelin, 1995)
3. Teori kendala prilaku
Memfokuskan kepada kenyataan atau perasaan, kesan yang terbatas dari individuoleh lingkungan. Menurut teori ini, lingkungan dapat mencegah, mencampuri atau membatsi perilaku penghuninya ( stokols dalam Veitch & Arkkelin, 1995).
4. Teori tingkat adaptasi
Teori ini mirip dengan teori stimulus berlebihan, dimna pada tingkat tertentu suatu stimulus dapat dirumuskan untuk mengoptimalkan prilaku. Teori tingkat adaptasi lebih banyak membicarakannya secara lebih spesifik, yaitu dua proses yang terkait dalam hubungannya yaitu adaptasi dan adjustment.
5. Teori stres lingkungan
Menekankan pada mediasi peran-peran fisiologi, emosi dan kognisi dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan.
6. Teori ekologi
Gagasan tentang kecocokan manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang atau barangkali berkembang sehingga memungkinkan terjadinya perilaku tertentu.

Metode penelitian
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995) terdapat tiga metode penelitian yang lazim digunakan di lapangan penelitian psikologi lingkungan.
3 metode psikolog lingkungan :
1. Eksperimen laboraturium
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seorang peneliti memiliki perhatian terutama yang berkaitan dengan tingginya validitas internal. Metode ini memberi kebebasan kepada eksperimenter untuk memanipulasi secara sistematis variable yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi secara cermat yang bertujuan untuk mengurangi variable mengganggu.
2. Studi korelasi
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seseorang peneliti ingin memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi, maka seorang peneliti dapat menggunakan variasi-variasi dari metode korelasi.
3. Eksperimen lapangan
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seorang peneliti ingin menyeimbangkan antara validitas internal yang dapat dicapai melalui eksperimen laboraturium dengan validitas eksternal yang dapat dicapai melalui studi korelasi, maka ia boleh menggunakan metode campuran.

Teknik-teknik Pengukuran
Agar suatu penelitian akan menjadi ilmiah diperlukan pengamatan-pengamatanyang menggunkan criteria tertentu, yaitu :
1. Berlaku umum dan dapat diulang-ulang
2. Dapat dikembangkan menjadi skala pengukuran
3. Memiliki standart validitas dan reliabilitas
Beberapa teknik pengukuran yaitu: (menurut Veitch dan Arkkelin,1995)
1. Self report
- Kuesioner
- Wawancara
- Skala penilaian.
Pendekatan Teori Psikologi Lingkungan
Beberapa pendekatan psikologi lingkungan :
1. Geografi.
Menurut Toynbee(dalam Veitch & Arkkeli, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan ( atau secara lebih spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersedian air dan sebagainya) adalah tantangan bagi penduduk yang tingga; di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan merusak peradaban, Sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi kebudayaan.

2. BIologi ekologi
Perhatian teradap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan manusia dengan lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan.

3. Behaviourisme
Kalangan behaviourisme muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia.

4. Psikologi gestalt
Lebih menekankan perhatian pada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak(overt behavior). Prinsip-prinsip kerjanya adalah :
a. Objek-objek
b. Orang-orang sebagai suatu keseluruhan
c. Seting-seting


BEBERAPA TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
1. Teori Arousal
Arousal (pembangkit). Ketika kita emosional kita merasa bergairah. Emosi itu dimana manusia atau binatang itu dihasut. Contohnya, tingkat keterbangkitan tinggi adalah marah, sedangkan tingkat keterbangkitan rendah adalah ketakutan. Arousal dipengaruhi oleh tingkat umum dari rangsangan yang mengelilingi kita.

2. Teori stimulus berlebihan
Titik sentralnya adalah adanya suatu perkiraan bahwa manusia memiliki kapasitas yang terbatas dalam memproses informasi. Ketika input melebihi kapasitas, maka orang cenderung untuk mengabaikan beberapa maukan dan mencurahkan perhatian lebih banyak kepada hal yang lain (cohen dalam Veitch & Arkkelin, 1995)
3. Teori kendala prilaku
Memfokuskan kepada kenyataan atau perasaan, kesan yang terbatas dari individuoleh lingkungan. Menurut teori ini, lingkungan dapat mencegah, mencampuri atau membatsi perilaku penghuninya ( stokols dalam Veitch & Arkkelin, 1995).
4. Teori tingkat adaptasi
Teori ini mirip dengan teori stimulus berlebihan, dimna pada tingkat tertentu suatu stimulus dapat dirumuskan untuk mengoptimalkan prilaku. Teori tingkat adaptasi lebih banyak membicarakannya secara lebih spesifik, yaitu dua proses yang terkait dalam hubungannya yaitu adaptasi dan adjustment.
5. Teori stres lingkungan
Menekankan pada mediasi peran-peran fisiologi, emosi dan kognisi dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan.
6. Teori ekologi
Gagasan tentang kecocokan manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang atau barangkali berkembang sehingga memungkinkan terjadinya perilaku tertentu.

Metode penelitian
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995) terdapat tiga metode penelitian yang lazim digunakan di lapangan penelitian psikologi lingkungan.
3 metode psikolog lingkungan :
1. Eksperimen laboraturium
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seorang peneliti memiliki perhatian terutama yang berkaitan dengan tingginya validitas internal. Metode ini memberi kebebasan kepada eksperimenter untuk memanipulasi secara sistematis variable yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi secara cermat yang bertujuan untuk mengurangi variable mengganggu.
2. Studi korelasi
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seseorang peneliti ingin memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi, maka seorang peneliti dapat menggunakan variasi-variasi dari metode korelasi.
3. Eksperimen lapangan
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seorang peneliti ingin menyeimbangkan antara validitas internal yang dapat dicapai melalui eksperimen laboraturium dengan validitas eksternal yang dapat dicapai melalui studi korelasi, maka ia boleh menggunakan metode campuran.

Teknik-teknik Pengukuran
Agar suatu penelitian akan menjadi ilmiah diperlukan pengamatan-pengamatanyang menggunkan criteria tertentu, yaitu :
1. Berlaku umum dan dapat diulang-ulang
2. Dapat dikembangkan menjadi skala pengukuran
3. Memiliki standart validitas dan reliabilitas
Beberapa teknik pengukuran yaitu: (menurut Veitch dan Arkkelin,1995)
1. Self report
- Kuesioner
- Wawancara
- Skala penilaian.

kutipan :
anonim. bab 2 pendekatan teori dan metode penelitian psikologi ingkungan. www.elearning.gunadarma.ac.id/...psikologi_lingkungan/bab2-pendekatan_teori_dan_metode_penelitian_psikologi_lingkungan.pdf. diakses tanggal 22 februari 2011.

Selasa, 15 Februari 2011

Pengantar Psikologi Lingkungan

Ada tiga tradisi besar orientasi teori Psikologi dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia. Pertama, perilaku disebabkan faktor dari dalam (deterministik). Kedua, perilaku disebabkan faktor lingkungan atau proses belajar. Ketiga perilaku disebabkan interaksi manusia-lingkungan. Psikologi Lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan fisik, merupakan salah satu cabang Psikologi yang tergolong masih muda. Teori-teori Psikologi Lingkungan dipengaruhi, baik oleh tradisi teori besar yang berkembang dalam disiplin Psikologi maupun diluar Psikologi. Grand theories yang sering diaplikasikan dalam Psikologi Lingkungan seperti misalnya teori kognitif, behavioristik, dan teori medan. Dikatakan oleh Vcitch & Arkelin (1995) bahwa belum ada grand theories psikologi tersendiri dalam Psikologi Lingkungan. Yang ada sekarang ini baru dalam tataran teori mini. Hal ini didasarkan pandangan, bahwa beberapa teori memang dibangun atas dasar data empiris tetapi sebagian yang lain kurang didukung oleh data empiris. Kedua, metode penelitian yang digunakan belum konsisten. Oleh karenanya dalam kesempatan ini, disajikan paparan secara garis besar aplikasi 3 tradisi besar orientasi teori dalam Psikologi dan selanjutnya akan dipaparkan lebih mendalam mengenai teori mini dalam Psikologi Lingkungan. Teori-teori yang berorientasi deterministik lebih banyak digunakan untuk menjelaskan fenomena kognisi ligkungan. Dalam hal ini, teori yang digunakan adalah teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, proses persepsi dan kognisi manusia lebih penting daripada memepelajari perilaku tampak nya ( overt behaviour ). Bagi Gestalt, perilaku manusia lebih disebabkan oleh proses-proses persepsi. Dalam kaitannya dengan Psikologi Lingkungan, maka persepsi lingkungan merupakan salah satu aplikasi dari teori Gestalt.


A. Latar Belakang Sejarah Psikologi Lingkungan

Didasarkan pada Teori Medan (Field Theory) yang dikenalkan oleh Kurt Lewin, dimana menurut beliau : “selama manusia berinteraksi dengan lingkungan, ada kekuatan-kekuatan yang terjadi. Komponen-komponen tersebut menggerakkan kekuatan-kekuatan dalam bentuk daya tarik/tolak serta daya mendekat/menjauh. Interaksi ini terjadi pada lapangan psikologi individu sehingga nantinya mencerminkan tingkah laku individu tersebut”.

Secara sederhana, teori ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
TL = f (P,l)

dimana :
TL = Tingkah Laku
f    = fungsi
P   = Pribadi
l    = lingkungan

Dalam bentuk kalimat sederhana : “Tingkah Laku merupakan fungsi Pribadi dengan lingkungan”.

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
“Pribadi” dan “lingkungan” merupakan variabel bebas, sedangkan “Tingkah Laku” merupakan variabel terikat.

Sebelum kita mengenal istilah “Psikologi Lingkungan”, terdapat beberapa istilah lain yang mendahuluinya seperti :
1. “Psychological Ecology” oleh Lewin (1943)
2. “Ecological Psychology” oleh Egon Brunswik
3. “Behavioral Setting” oleh Roger Barker & Herbert Wright (1947)
4. “Architectural Psychology” dalam sebuah konferensi di Utah (1961 & 1966)
5. “Environment & Behavior” dalam jurnal yang terbit sekitar tahun 1960-an
6. “Environmental Psychology” oleh Harold Proshansky & William Ittelson (1968)

B. Definisi Psikologi Lingkungan

Beberapa definisi Psikologi lingkungan menurut ahli :

“Disiplin yang mempelajari hubungan perilaku manusia dengan lingkungan fisik” (Heimstra & McFarling).

“Studi transaksi antara manusia dengan lingkungan fisik, dimana dalam transaksi tersebut, manusia mengubah lingkungannya dan lingkungan memiliki andil dalam mengubah perilaku & pengalaman manusia” (Gifford).

“Hubungan individu dengan lingkungannya adalah saling tergantung satu sama lain” (Emery & Tryst).
“Ilmu perilaku multidisiplin yang berorientasi dasar & terapan, yang berfokus pada interrelasi perilaku & pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan fisik dan sosialnya” (Veitch & Arkkelin).

Lebih jauh, Veitch & Arkkelin menjabarkan 3 unsur dalam psikologi lingkungan :

1. Perilaku manusia, yaitu :
a. Proses-proses fisiologis : detak jantung, refleks, dsb
b. Proses-proses psikologis : stres, kepuasan, dsb
c. Proses-proses perilaku : agresi, altruisme, dsb

2. Disiplin Ilmu :
Meteorologi & Geofisika → ahli meteorologi, Fisika → fisikawan, Kimia → ahli kimia, Arsitektur → arsitek, Biologi → terutama ahli ekologi, dll.

3. Masalah Teori dan Praktek
Dapat disimpulkan bahwa, Psikologi Lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan lingkungan fisik dan sosial di sekitar manusia tersebut.

C. Lingkup Psikologi Lingkungan

Menurut Proshansky, psikologi lingkungan memberi perhatian terhadap manusia, tempat, serta perilaku dan pengalaman manusia yang berhubungan dengan setting fisik. Setting fisik disini bukan hanya berupa rangsangan fisik, tetapi juga termasuk sebuah kompleksitas yang terdiri dari beberapa setting fisik dimana seseorang tinggal dan melakukan aktivitasnya. Sehubungan dengan itu, bisa dikatakan pusat perhatian psikologi lingkungan adalah lingkungan binaan atau built environment.

Lebih jauh, pembahasan mengenai lingkup psikologi lingkungan juga mencakup :
1. Desain
2. Organisasi & pemaknaan
3. Hal-hal spesifik seperti : ruang kamar, perumahan, pemilihan warna, dll.

Pada era ‘70-an, muncul istilah Sosiologi Lingkungan. Bedanya dengan Psikologi Lingkungan adalah pada unit analisisnya :
Sosiologi Lingkungan : unit-unit dalam masyarakat (lebih ke sosial)
Psikologi Lingkungan : manusia dan kumpulan manusia sebagai individu (lebih ke individu)

Ada 4 jenis lingkungan dalam Sosiologi Lingkungan yang sering juga dipakai dalam Psikologi Lingkungan, terutama 2 poin pertama :
1. Natural Environment : laut, hutan, pegunungan, gurun, dsb
2. Built Environment : jalan raya, apartemen, taman kota, lapangan bola, dsb
3. Social Environment
4. Modified Environment

D. Ambient Condition & Architectural Features

Dua kualitas lingkungan menurut Wrightman & Deaux :
1. Ambient Condition : Kualitas fisik keadaan sekitar individu
    misalnya : sound, cahaya, warna, temperatur, dsb.

2. Architectural Features : mencakup setting-setting yang bersifat permanen.



sumber buku:
Prabowo,Hendro.Pengantar Psikologi Lingkungan.Gunadarma
sumber internet:

Sabtu, 08 Januari 2011

fenomena hipnotis

Kejahatan dengan cara menghipnotis korbannya makin merajalela, apalagi pada saat meningkatnya arus mudik seperti minggu ini. Harta yang menjadi sasaran terutama uang tunai di tangan korban, telepon seluler, perhiasan, bahkan sepeda motor. Selalu bersikap waspada dan meningkatkan konsentrasi bisa menjadi cara ampuh menghadang hipnotis.




Sebenarnya hipnoterapi merupakan bagian dari ilmu psikologi. Di sejumlah negara, praktik hipnoterapi ini sudah diakui oleh profesi kedokteran. Pada intinya metode ini sangat bermanfaat untuk membantu mencari akar masalah hingga jauh ke bawah sadar untuk kemudian memperbaikinya.

Hipnotis pada dasarnya adalah memasukkan beberapa sugesti ke dalam pikiran orang sehingga pikiran yang lama terbuang. Sugesti itu dimasukkan dengan perkataan yang monoton, menghitung mundur atau menggerakkan bandul di depan subyek. Dalam masyarakat kita ada beberapa orang yang tergolong sebagai orang yang gampang tersugesti. Orang seperti inilah yang gampang terhipnotis.

Menurut psikolog Irna Minauli, MPsi, seseorang yang dalam kondisi lengah, banyak pikiran, dan tidak fokus terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan, sangat mudah untuk menjadi korban pelaku hipnotis. Terlebih, jika seseorang itu memiliki sikap yang penurut, tidak kritis, dan mudah dipengaruhi akan memudahkan pelaku untuk menggiring pikiran korban kejahatan itu agar menuruti segala yang perintah. "Pastinya saat daya konsentrasi sudah menurun sampai 75 persen maka besar peluang untuk dihipnotis," kata Dekan Fakultas Psikologi Universitas Medan Area itu. Untuk mencegahnya, ia menyarankan agar kita selalu waspada terhadap orang asing serta menghindari pikiran yang kosong. Kegiatan zikir, membaca buku, atau kegiatan lain yang sifatnya mengisi pikiran bisa dilakukan untuk mencegah hipnotis.

Selain itu, masyarakat perlu waspada bila seseorang yang tidak dikenal menyapa dengan ramah dan lemah lembut. Terlebih bila sapaan-sapaan yang dilontarkan dilanjutkan dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban "ya". "Kalau pelaku bertanya dan kita selalu menjawab ’ya’ sebanyak tiga kali maka mudah untuk memberi perintah selanjutnya," katanya seperti diberitakan oleh Antara

Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari, tanpa sadar kita telah mengalami hipnosis. Tepatnya kita telah tanpa sadar terhipnosis oleh sesuatu peristiwa atau situasi yang kita hadapi.

"Padahal yang paling berbahaya itu adalah hipnosis yang tidak disadari sebagai hipnosis," ujar Ariesandi Setyono, pendiri Akademi Hipnosis Indonesia. Contoh fenomena orang yang mengalami hipnosis tanpa disadari, menurut Ariesandi, adalah sebagai berikut:

  • Menonton acara di televisi hingga terlarut, lalu tanpa sadar telah ikut menangis, ikut marah, ikut membenci, ikut jengkel, atau ikut tertawa.
  • Mendapatkan luka gores yang tidak disadari, dan baru terasa ketika sedang bersantai.
  • Ketika mencari sesuatu barang tidak bisa melihat atau menemukannya, padahal barang tersebut jelas-jelas ada dalam pandangan matanya (negative visual halusination).
  • Timbul air liur saat membayangkan atau mendengar orang bercerita mengenai asamnya jeruk nipis.
  • Selalu berbuat kesalahan ketika bertemu dengan persoalan tertentu.
  • Selalu timbul rasa marah, jengkel, dan benci saat mengingat seseorang.
  • Mimpi yang dirasakan seolah benar-benar terjadi.
  • Timbul perasaan sedih atau sangat sentimentil ketika mendengarkan lagu-lagu tertentu.
  • Dan lain-lain dan sebagainya.

Lantas apa bahayanya dengan hipnosis yang tidak disadari sebagai hipnosis itu? Menurut guru hipnoterapi yang banyak menulis buku-buku laris tentang meraih sukses ini, contohnya adalah bahwa orang-orang yang suka menonton sinetron akan mengalami nasib yang sama dengan lakon-lakon yang ditontonnya.



sumber : http://www.apabae.co.cc/2010/09/fenomena-hipnotis-dalam-kehidupan.html

Selasa, 04 Januari 2011

MASA-MASA REMAJA


Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
  1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
  2. Ketidakstabilan emosi.
  3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
  4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
  5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
  6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
  7. Senang bereksperimentasi.
  8. Senang bereksplorasi.
  9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
  10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
 Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.
  • Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
  • Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
  • Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
  • Cinta dan Hubungan Heteroseksual
  • Permasalahan Seksual
  • Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
  • Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama