Minggu, 24 Oktober 2010

Identitas Etnis Dalam Persektif Teori Identitas Sosial

Identitas individu dalam interaksi sosial merupakan hal yang fundamental dalam setiap interaksi sosial. Pertanyaan ‘Siapakah Anda ?’, sebenarnya selalu tertuju pada upaya mengungkap identitas seseorang dan selanjutnya menentukan bentuk interaksi sosialnya. Lan (2000) mengatakan bahwa setiap individu memerlukan identitas untuk memberinya
 recognition) dari pihak lain dan persamaan sosial (social equality). Bahkan menurut Laker (dalam Taylor dan Moghaddam, 1994) dalam keadaan dimana individu ataupun kelompok merasa identitasnya sebagai anggota suatu kelompok kurang berharga maka akan muncul fenomena misidentification, yaitu upaya mengidentifikasi pada identitas / kelompok lain yang dipandang lebih baik. Fenomena ini misalnya ditemukan pada anak-anak kulit hitam di Amerika yang justru menganggap rendah kelompoknya sendiri dan lebih senang mengidentifikasi pada kelompok kulit putih. social comparison yang dipandang sebagai cara untuk menentukan posisi dan status identitas sosialnya (Taylor dan Moghaddam, 1994).
Menurut Hogg dan Abram (1988) di dalam masyarakat sendiri secara hirarkis terstruktur kategori-kategori sosial yang merupakan penggolongan orang menurut negara, ras, klas sosial, pekerjaan, jenis kelamin, etnis, agama dan lain sebagainya. Di dalam masing-masing kategori sosial tersebut melekat suatu kekuatan, status dan martabat yang pada akhirnya memunculkan suatu struktur sosial yang khas dalam masyarakat, yaitu suatu struktur yang menentukan kekuatan dan status hubungan antarindividu dan antarkelompok.

Pada dasarnya setiap individu ingin memiliki identitas sosial yang positif. Hal tersebut menurut Hogg dan Abram (1988) rangka mendapatkan pengakuan (
Dalam pandangan teori identitas sosial, keinginan untuk memiliki identitas sosial yang positif dipandang sebagai motor psikologik penting dibalik tindakan-tindakan individu dalam setiap interaksi sosial. Hal tersebut berlangsung melalui proses
Proses social comparison merupakan serangkaian pembandingan dengan orang / kelompok lain yang secara subyektif membantu individu membuat penilaian khusus tentang identitas sosialnya dibanding identitas sosial yang lain (Hogg dan Abram, 1988)
Selalu ada upaya-upaya untuk mempertahankan identitas sosial yang positif dan memperbaiki citra jika ternyata identitas sosialnya sedang terpuruk baik dalam skala individual maupun skala kelompok. Dalam konteks makro sosial (kelompok, masyarakat) maka upaya mencapai identitas sosial positif dicapai melalui 1) mobilitas sosial dan 2) perubahan sosial.
Mobilitas sosial adalah perpindahan invidividu dari kelompok yang lebih rendah ke kelompok yang lebih tinggi. Mobilitas sosial hanya mungkin terjadi jika peluang untuk berpindah itu cukup terbuka. Namun demikian jika peluang untuk mobilitas sosial tidak ada, maka kelompok bawah akan berusaha meningkatkan status sosialnya sebagai kelompok. Pilihan pertama adalah dengan menggeser statusnya ke tingkat lebih atas. Kalau kemungkinan menggeser ke posisi lebih atas tidak ada, maka usaha yang dilakukan adalah dengan meningkatkan citra mengenai kelompok agar kesannya tidak terlalu jelek. (Hogg dan Abram, 1988; Sarwono, 1999)

dikutip dari:  jurnal (Krisis Identitas Etnis Cina di Indonesia Oleh: DP. Budi Susetyo)
sense of belonging dan eksistensi sosial. Menurut teori identitas sosial (dalam Taylor dan Moghaddam, 1994) identitas individu yang tampil dalam setiap interaksi sosial disebut dengan identitas sosial, yaitu bagian dari konsep diri individu yang terbentuk karena kesadaran individu sebagai anggota suatu kelompok sosial, dimana didalamnya mencakup nilai-nilai dan emosi-emosi penting yang melekat dalam diri individu sebagai anggotanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar